8 Desember 2011

serba salah

Keberagaman membuat pemerintah serba salah dalam membuat suatu kebijakan.. Keberagaman tumbuh subur di Indonesia; keberagaman agama, budaya, ras, dan lain-lain. Tampak jelas bahwa kekuatan perbedaan keberagaman ini lebih kuat daripada pemegang alat kekuasaan yang hanya dipegang segelintir orang.
Masalah selalu muncul ketika suatu kebijakan akan dibuat oleh segelintir pemegang kekuasaan ini. Seperti halnya masalah kebebasan dan HAM yang diteriakkan oleh pelaku seni kala menolak RUU Pornografi dan juga akhir-akhir ini yang marak diteriakkan tentang penolakan kala pemerintah mencanangkan RUU Intelijen untuk tujuan keamanan negara.
Ini hanya sebatas Rancangan, belum lagi penetapan kebijakan. Dalam berbagai aspek jika ditanya mungkin RUU intelijen memang sedikit kontroversial, namun bukan masalah kebijakannya tapi apresiasi berlebihan dari pro dan kontra masyarakat terhadap RUU ini.
Budaya demokrasi apa yang kita pakai? sehingga setiap orang bahkan yang tidak berkompeten pun bisa berkoar-koar di media untuk mengutarakan pendapatnya untuk masalah yang tidak ia pahami. Apakah budaya demokrasi harus selalu dipenuhi demonstrasi? Bahkan bila ditanya pun para demonstran satu persatu mereka bahkan tidak tahu tujuan dari tindakannya berunjuk rasa di jalanan.
Selalu ada provokasi dibalik semua tindakan ini. Tidak asing lagi dibalik aksi demonstrasi selalu ada oknum-oknum yang membenci pemerintah, berusaha mempengaruhi opini public dengan cara-cara menarik simpati di jalanan.
Namun pemerintah pun tidak bisa bertindak banyak, mereka akan selalu kalah karena tidak mampu menekan kembali opini public yang terlanjur terprovokasi oleh oknum-oknum terselubung ini. Jika dibalik pada zaman pak Harto berkuasa, ia bisa meninggikan derajat pemerintahan sehingga tidak sembarangan orang bisa mempengaruhinya. Terlepas dari pendapat bahwa paham otororitas yang dimiliki pak Harto saat itu tidaklah baik, namun dapat dilihat bagaimana kharismatik kepemimpinannya masih dihargai rakyat baik pada saat itu maupun saat sekarang.
Kembali pada konsep serba salahnya pemerintah dalam hal penetapan kebijakan ini, harus ada dua pihak yang saling toleran. Dua pihak tersebut tidak lain adalah masyarakat dengan pemerintahnya sendiri. Adalah sebuah kebudayaan ketika masyarakat kita diberikan kebebasan maka ia menggunakan kebebasan tersebut tanpa mengenal batas-batasnya, lalu ketika pemerintahnya marah, maka mereka berontak atas nama demokrasi.
Apapun itu, negara plural memang sangat rentan terhadap adu domba. Jika tidak mengetahui suatu permasalahan yang terjadi, masyarakat awam akan sangat mudah disuguhi pemberitaan-pemberitaan yang memprovokasi masyarakat dengan pemerintahnya sendiri. Sudah banyak program-program yang ditanamkan pemerintah dalam usaha untuk mengatasi hal ini, seperti halnya pendidikan berkarakter yang bertujuan untuk menanamkan kembali jiwa-jiwa nasionalisme R.I, tidak kurang juga pemerintah maupun LSM-LSM berkoar-koar agar setiap rakyat harus menanamkan nilai-nilai pancasila dalam diri setiap orang.
Pemerintah pun harus mampu meningkatkan kinerjanya dalam hal memajukan kesejahteraan rakyat. Jika setiap masyarakat telah terpenuhi kesejahteraannya (pendidikan dan ekonomi yang merata) maka masyarakat itupun tentu tidak lagi mencari-cari kesalahan pemerintahnya, tidak lagi merasa dirugikan, dan anggapan-anggapan negatif lain rakyat terhadap pemerintah. Sehingga pamor pemerintah tidak lagi rendah dimata rakyat. Sehingga rakyat tidak mudah lagi diadu domba. Bisakah pemerintah?

0 komentar:

Posting Komentar